Langsung ke konten utama

Indonesia Bangsa Besar, Bangsa yang Menghargai Pahlawan

Dalam peringatan Hari Pahlawan, 10 Nopember 2011 lalu, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono memberi gelar Pahlawan Nasional kepada tujuh orang tokoh.

Ketujuh orang tokoh itu, yakni;
 
Idham Chalid, mantan Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), mantan Ketua Partai Masyumi, pendiri dan mantan Ketua Partai NU dan pendiri dan mantan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan mantan Ketua DPR RI.
 
Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal dengan Buya Hamka, ulama besar yang juga dikenal sebagai pemimpin Muhammadiyah, seorang penulis (salah satunya, novel yang sudah difilmkan; Di Bawah Lindungan Kabah) dan aktivis.
 
Sri Susuhan Paku Buwono X, raja Kasunanan Surakarta tahun 1893-1939.
 
I Gusti Ketut Pudja, ikut serta dalam perumusan negara Indonesia, hadir dalam perumusan naskah teks proklamasi, dan mantan Gubernur Sunda Kecil.
Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono, pendiri Partai Katolik Indonesia, ikut bergerilya di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan ikut berjuang merebut Irian Barat.
 
Ki Mangunsarkoro atau Sarmidi Mangunsarkoro, pernah memimpin Taman Siswa dan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1949 hingga tahun 1950.
Dengan bertambahnya tujuh Pahlawan Nasional baru ini, Kementerian Sosial RI mencatat saat ini terdapat 156 Pahlawan Nasional yang telah diangkat oleh pemerintah.
Dari jumlah itu, sebanyak 32 Pahlawan Nasional dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta dan sebanyak 50 pahlawan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) yang ada di seluruh Indonesia. Selain itu, juga terdapat 90 pahlawan yang dimakamkan di luar TMP dan 9 orang Pahlawan Nasional tidak ketahuan makamnya.

Jika menilik jumlah ini, maka wajar jika kemudian Indonesia disebut sebagai bangsa yang besar, yakni bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Citraan Pada Puisi Titipan Langi Karya Mardianto

A.     Pendahuluan Sastra merupakan ciptaan manusia yang memiliki ciri yang khas karena penyair berhak ingin menjadi apa saja dalam karyanya. Sastra merupakan kegiatan kreatif yang dihasilkan oleh seorang seniman dalam bentuk karya yang fundamental, baik itu dalam bentuk prosa, drama dan puisi sehingga penikmat atau pengapresiasi mampu membedakan jenis dan karekteristrik karya itu sendiri. Tjahjono (2008:1), menyatakan bahwa teks sastra hendaknya dilihat sebagai entitas yang hidup, bukan barang mati. Teks sastra itu sebenarnya sebuah organisme yang hidup bukan sekadar onggokan unsur-unsur bisu dan mati. Salah satu jenis karya sastra adalah puisi . Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dituangkan dalam bentuk bahasa yang padat. Penyair memberikan imajinasi atau pencitraan yang khas sesuai dengan kehendaknya. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya yaitu bagaimanakah citraan pada puisi titipan langit? Adapun tujuan ...

Pembentukan Karakter Disiplin dalam Pembelajaran

Disiplin A. Pendahuluan Proses pembelajaran bukan hanya berada pada lingkungan formal, tentu kita sepakat hal tersebut. dan bukan hanya pada ruang kelas sehingga banyak ruang dan waktu  dapat dimanfaatkan dalam belajar.  Salah satu cara atau strategi seorang guru agar peserta didiknya tetap belajar di rumah pada saat pulang sekolah yaitu pemberian tugas. Pemberian tugas di rumah menjadi suatu beban yang dirasakan oleh seorang peserta didik disamping kesibukannya bermain, tetapi tidak semua peserta didik seperti itu tentunya, bahkan ada juga peserta didik yang merasa bahwa pekerjaan rumah atau tugas kelompok sangat dibutuhkan oleh mereka. paling tidak bisa keluar dari beban rumah yang mungkin menurutnya adalah beban rumah tangga yang belum seharusnya dikerjakan oleh seorang anak kecil yang masih sekolah. padahal sudah jelas bahwa pekerjaan tersebut adalah proses belajar juga. Pekerjaan rumah adalah pemberian tugas yang sampai detik ini kami rasa adalah suatu pemberosan, k...

Maulid dan Praktek Bidah Terselubung di Sulawesi Selatan

Sejumlah masyarakat Cikoang bersiap-siap memperebutkan telur Beberapa Pendapat tentang "Bid'ah" merayakan Maulid Nabi Sumber dari  Perayaan Maulid Nabi "Bid ah dan Praktek Kesyirikan" Perayaan Maulid Nabi terus berlangsung dalam berbagai bentuknya sampai dilarang pada zaman pemerintahan Al-Afdhal Amirul Juyusy. Perayaan ini kemudian dihidupkan kembali di zaman pemerintahan Al-Hakim biamrillah pada tahun 524 Hijriyah setelah orang-orang hampir melupakannya. Dan yang pertama kali maulid Nabi dikota Irbil adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Said di abad ketujuh dan terus berlangsung sampai di zaman kita ini. Orang-orang memperluas acaranya dan menciptakan bid’ah-bid’ah sesuai dengan selera hawa nafsu mereka yang diilhamkan oleh syaithan , jin dan manusia kepada mereka.” [Al-Ibda’ fi madhiril ibtida’: 126]. Satu hal yang sangat penting untuk diketahui bahwa Kerajaan Fathimiyyah didirikan oleh ‘Ubaidillah Al-Mahdi tahun 298 H di Maghrib (sekarang wilayah Maroko dan Alja...