Jika Ingin Menulis Puisi, Jatuh Cintalah!

Malam ini, saya tiba-tiba teringat perkataan seorang kawan yang penyair; "ada dua hal yang membuat puisi dapat dengan mudah lahir, pertama saat jatuh cinta dan kedua saat patah hati."

Ungkapan itu membuat saya rindu menulis puisi lagi. Namun ritme rutinitas keseharian saya begitu menyita waktu hingga tak menyisakan ruang untuk sekadar berkontemplasi. Realitas yang saya jalani pun rasanya tak menyodorkan romantisme yang perlu diabadikan. Saya seperti kehilangan enargi kreatif untuk meramu kata dan menyusun kalimat menjadi puisi.

Padahal, dalam rentan waktu 1996 hingga 2006, puisi-puisi saya terpublikasi di media cetak lokal maupun nasional, diterbitkan dalam jurnal berkala, bahkan dibukukan. Kalau menulis puisi membutuhkan sebuah stimulan, inilah yang nampaknya tak hinggap dalam ruang imajinasi saya selama ini.

Kata-kata menguap begitu saja dalam benak saya. Tak ada yang sempat terabadikan. Peristiwa-peristiwa berlalu begitu saja tanpa mampu kurekam secara gramatik. Lantas apakah saya mesti jatuh cinta lagi ataukah patah hati dulu adar bisa mencipta puisi lagi?

Sambil menenguk kopi, saya pun bergumam; "Kalau rumah bagi penyair adalah puisi. Maka saya harus segera pulang!"

Komentar

Posting Komentar

Artikel Populer