Langsung ke konten utama

Mengembalikan Kearifan Budaya Bugis-Makassar



Sebuah buku berjudul “Kearifan Budaya Lokal; Membangun Moralitas Bangsa Sekaitan Kebijakan Pendidikan di Sulawesi Selatan (studi kasus Kabupaten Maros) diluncurkan.

Buku yang diterbitkan oleh Lembaga Pengkajian Strategis Salewanggang (LEPASS) Maros ini dibedah di Warkop Daeng Tene Maros, Minggu, 8 Januari 2011 lalu.

Menurut seorang penulisnya, Kaimuddin Mabbaco, buku ini lahir dari penelitian melalui wawancara langsung dengan budayawan dan pemerhati seni sebagai nara sumber, juga melalui tinjauan pustaka melalui kajian naskah-naskah kuno dan memperhatikan kebiasaan masyarakat.

Buku ini merupakan kumpulan artikel budaya lokal yang ditulis oleh tim penulis yang diketuai Kaimuddin Mabbaco dengan editor Muh Zaenal Hasyim. Artikel dikelompokkan dalam tiga bagian, yakni; pappaeng atau pappasang, musik tradisional sebagai substansi budaya lokal, serta pau-pau rikadong atau cerita rakyat.

Direktur LEPASS, Muh Nurjaya mengemukakan buku ini diterbitkan karena nilai-nilai budaya lokal mulai tergerus, sebuah kecemasan sosial terhadap pembangunan karakter generasi muda yang mulai terkontaminasi globalisasi. Jika nilai-nilai budaya lokal ini dibiarkan terus tergerus, maka karakteristik sebagai masyarakat Bugis-Makassar akan semakin hilang.

Diharapkan menjadi materi budaya lokal dalam kurikulum pendidikan sekolah. Dalam menerbitkan buku ini, LEPASS bekerjasama dengan Pustaka Indonesia Press.

[dari Blogger Maros, dapat juga dibaca di blogIHSYAH]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Citraan Pada Puisi Titipan Langi Karya Mardianto

A.     Pendahuluan Sastra merupakan ciptaan manusia yang memiliki ciri yang khas karena penyair berhak ingin menjadi apa saja dalam karyanya. Sastra merupakan kegiatan kreatif yang dihasilkan oleh seorang seniman dalam bentuk karya yang fundamental, baik itu dalam bentuk prosa, drama dan puisi sehingga penikmat atau pengapresiasi mampu membedakan jenis dan karekteristrik karya itu sendiri. Tjahjono (2008:1), menyatakan bahwa teks sastra hendaknya dilihat sebagai entitas yang hidup, bukan barang mati. Teks sastra itu sebenarnya sebuah organisme yang hidup bukan sekadar onggokan unsur-unsur bisu dan mati. Salah satu jenis karya sastra adalah puisi . Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dituangkan dalam bentuk bahasa yang padat. Penyair memberikan imajinasi atau pencitraan yang khas sesuai dengan kehendaknya. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya yaitu bagaimanakah citraan pada puisi titipan langit? Adapun tujuan ...

Pembentukan Karakter Disiplin dalam Pembelajaran

Disiplin A. Pendahuluan Proses pembelajaran bukan hanya berada pada lingkungan formal, tentu kita sepakat hal tersebut. dan bukan hanya pada ruang kelas sehingga banyak ruang dan waktu  dapat dimanfaatkan dalam belajar.  Salah satu cara atau strategi seorang guru agar peserta didiknya tetap belajar di rumah pada saat pulang sekolah yaitu pemberian tugas. Pemberian tugas di rumah menjadi suatu beban yang dirasakan oleh seorang peserta didik disamping kesibukannya bermain, tetapi tidak semua peserta didik seperti itu tentunya, bahkan ada juga peserta didik yang merasa bahwa pekerjaan rumah atau tugas kelompok sangat dibutuhkan oleh mereka. paling tidak bisa keluar dari beban rumah yang mungkin menurutnya adalah beban rumah tangga yang belum seharusnya dikerjakan oleh seorang anak kecil yang masih sekolah. padahal sudah jelas bahwa pekerjaan tersebut adalah proses belajar juga. Pekerjaan rumah adalah pemberian tugas yang sampai detik ini kami rasa adalah suatu pemberosan, k...

Maulid dan Praktek Bidah Terselubung di Sulawesi Selatan

Sejumlah masyarakat Cikoang bersiap-siap memperebutkan telur Beberapa Pendapat tentang "Bid'ah" merayakan Maulid Nabi Sumber dari  Perayaan Maulid Nabi "Bid ah dan Praktek Kesyirikan" Perayaan Maulid Nabi terus berlangsung dalam berbagai bentuknya sampai dilarang pada zaman pemerintahan Al-Afdhal Amirul Juyusy. Perayaan ini kemudian dihidupkan kembali di zaman pemerintahan Al-Hakim biamrillah pada tahun 524 Hijriyah setelah orang-orang hampir melupakannya. Dan yang pertama kali maulid Nabi dikota Irbil adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Said di abad ketujuh dan terus berlangsung sampai di zaman kita ini. Orang-orang memperluas acaranya dan menciptakan bid’ah-bid’ah sesuai dengan selera hawa nafsu mereka yang diilhamkan oleh syaithan , jin dan manusia kepada mereka.” [Al-Ibda’ fi madhiril ibtida’: 126]. Satu hal yang sangat penting untuk diketahui bahwa Kerajaan Fathimiyyah didirikan oleh ‘Ubaidillah Al-Mahdi tahun 298 H di Maghrib (sekarang wilayah Maroko dan Alja...