Syariat Islam dan Pluralisme di Mata Pemuda

Lembaga Kajian Demokrasi dan Otonomi (LeDO) Makassar bekerjasama dengan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Maros dan Salewanggan Reform Institute (SAREi) Maros menggelar Dialog Pemuda dan Demokrasi bertema; Syariat Islam, Pluralisme, dan Wawasan Kebangsaan Pemuda, Rabu (25/1) kemarin.


Dialog ini mengajak para pemuda untuk mendiskusikan dan menelaah aspek-aspek yang melingkupi ide syariat Islam dalam kerangka politik lokal di Sulawesi Selatan. Juga untuk memberi pemahaman komprehensif tentang posisi ideologis agama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wawasan kebangsaan.

Hadir sebagai pemateri Sekretaris Jenderal Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan (Sulsel) Waspada Santing, Dosen UIN Alauddin Makassar Dr Sabri, Cendikiawan Muda Maros Andi Muh Jufri, dan Tokoh Pemuda Maros yang juga Anggota DPRD Sulsel Wawan Mattaliu.

Dialog ini yang digelar di , di Trans Coffee Maros ini diikuti sejumlah pengurus Organisasi Kemasyaraktan Pemuda (OKP), pengurus Ormas keagamaan, aktivis organisasi kemahasiswaan, aktivis LSM, aparat pemerintah daerah, wakil dari Partai Politik, serta wartawan.

Waspada Santing memaparkan kalau penegakan syariat Islam memiliki sejumlah peluang yang perlu dikembangkan. Pertama adalah politik yang terkait dengan regulasi pelaksanaan. Kedua adalah birokrasi yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan syariat islam ini dan ketiga adalah kesadaran masyarakat untuk menjalankannya.

"Sebenarnya dalam penerapan syariat Islam, negara sudah terlalu sering melanggar konstitusi dengan melanggar dan membatasi penganut agama untuk penegakan syariat agamanya," ujarnya.

Secara politik, kita memang sudah lepas dari pengaruh Belanda, tapi secara teori, hukum Islam hanya boleh berlaku kalau sudah diakui oleh masyarakat sebagai hukum adat. Hal itu pun mempengaruhi pikiran para tokoh politik kita.

Pembicara lain, Dr Sabri menyebutkan bahwa perlu langkah strategis dalam penegakan syariat Islam. Pertama, kita berjumpa pada kondisi historis bahwa bangsa kita adalah bangsa yang sangat plural. Karena itu, pluralisme ini harus kita selesaikan. Pluralitas itu fakta tentang kebinekaan.

Lain lagi dengan Andi Muhammad Jufri yang mengemukakan ketika dimensi Islam atau tema Islam-nation disandingkan, akan selalu ada dilema sebagai anak bangsa sekaligus sebagai umat. Semengtara Islam juga harus dipahami sebagai kekuatan sejarah dan peradaban. Karena itu, dua sisi ini harus dibedah menjadi sebuah domain untuk membangun wacana.

Sedangkan menurut Wawan Mattaliu, secara regulasi, saat ini ada sekitar 1200 Peraturan Daerah (Perda) yang antri di Jakarta, 34 persen diantaranya adalah Perda berbasis syariah. Sedangkan dalam konteks politik di Sulsel saat ini, sebenarnya banyak yang menunggu KPPSI berbicara.

"Saya lebih melihat bahwa banyak formula regulasi yang disupport elit politik atas nama agama hanya menempel, belum bisa mendapatkan ujungnya secara cerdas," katanya.

Komentar

Artikel Populer